Infolamongan.id – Di sebuah senja yang tenang di Dusun Sidomukti, Desa Sidomukti, Kecamatan Kembangbahu, lamaran matahari sore seakan menyelimuti suasana dengan kelembutan. Pada Minggu (05/10/205) sore pukul 16.30 WIB, ketenangan itu tidak hanya berisi gemericik angin, tetapi juga langkah mantap seorang Aipda Nanang Sumantri, S.H., Bhabinkamtibmas desa setempat. Ia bukan datang untuk menegur atau menyidik, melainkan untuk menyapa, mendengar, dan berbagi dalam program inovatifnya: PEDDAL KAMTIBMAS (Patroli Edukasi Dialogis Deteksi Dini Analisa Loyalitas) dengan metode DDS Sobo Kampung.
Kali ini, tujuan langkahnya adalah sebuah rumah sederhana yang menjadi pusat pencerahan agama bagi anak-anak dusun, kediaman Kyai Abdul Muntholib, pengasuh Taman Pendidikan Quran (TPQ) Nurul Hikmah. Sang Kyai, yang selama ini menjadi tumpuan moral dan spiritual warga, sedang dalam kondisi kesehatan yang menurun, memaksanya untuk beristirahat sejenak dari aktivitas mengajarnya.
Kunjungan Aipda Nanang, yang akrab disapa “Mas Bhabin 4B@NG UM4N WONGE NEGORO” ini, jauh lebih dalam maknanya dari sekadar kunjungan rutin atau formalitas dinas. Ini adalah manifestasi nyata dari filosofi baru Polri yang humanis, yang berusaha merajut hubungan emosional, bukan sekadar hubungan struktural.
Sobo Kampung: Lebih dari Sekadar Patroli
Program PEDDAL KAMTIBMAS dengan metode DDS Sobo Kampung (Datang, Dialog, dan Sinergi) yang diusung Aipda Nanang adalah sebuah terobosan dalam pendekatan policing modern. Ini adalah antitesis dari citra polisi yang hanya muncul saat ada masalah. Metode ini menekankan pada proaktifitas, pendekatan personal, dan membangun kepercayaan (loyalitas) dari akar rumput.
“Ini adalah jantung dari tugas Bhabinkamtibmas,” ujar Aipda Nanang, menjelaskan filosofi di balik Sobo Kampung. “Kita tidak bisa hanya menunggu laporan. Kita harus datang, duduk bersama warga, mendengar keluh kesah mereka, dan bersama-sama mencari solusi. Dengan metode DDS, kita Datang dengan hati, melakukan Dialog yang setara, dan membangun Sinergi yang berkelanjutan. Kunjungan kepada Kyai Abdul Muntholib ini adalah bagian dari itu. Seorang tokoh agama adalah mitra strategis kami dalam menjaga ketertiban moral.”
Di ruang tamu yang sederhana, suasana haru dan keakraban menyelimuti pertemuan tersebut. Aipda Nanang tidak hanya menyampaikan salam dinas, tetapi lebih sebagai seorang anak yang menjenguk orang tua yang sedang sakit. Dengan penuh khidmat, ia menyampaikan doa dan motivasi, berharap sang Kyai segera diberikan kesembuhan oleh Yang Maha Kuasa.
“Kami sangat merindukan suara dan bimbingan Kyai di TPQ. Anak-anak juga pasti rindu. Semoga Allah SWT segera memberikan kesembuhan, sehingga Kyai dapat kembali membimbing generasi penerus kita dalam menuntut ilmu agama,” ucap Aipda Nanang, menggambarkan isi hatinya dalam dialog penuh empati tersebut.
Tokoh Agama: Benteng Moral dan Mitra Strategis Polri
Dalam kesempatan itu, Aipda Nanang juga menekankan pentingnya sinergi tritunggal antara tokoh agama, tokoh masyarakat, dan aparat keamanan. Menurutnya, dalam membangun lingkungan yang aman, damai, dan religius, ketiga pilar ini harus bergandengan tangan.
“Penegakan hukum saja tidak cukup,” tegasnya. “Kami butuh peran aktif para tokoh seperti Kyai Abdul Muntholib. Beliau adalah benteng moral yang menanamkan nilai-nilai kebaikan, kejujuran, dan rasa hormat sejak dini. Jika moral masyarakat kuat, maka tingkat kerawanan sosial dan kriminalitas dapat ditekan secara signifikan. Pencegahan melalui pendidikan karakter adalah investasi keamanan yang paling ampuh.”
Pernyataan ini menggarisbawahi pergeseran paradigma Polri dari yang semata-mata reaktif-represif menjadi preventif-proaktif dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat. Seorang tokoh agama diakui memiliki kharisma dan pengaruh yang langsung menyentuh hati nurani warga, sesuatu yang tidak selalu dapat dicapai melalui pendekatan hukum formal.
Dampak Psikologis dan Sosial: Membangun Trust dan Memutus Mata Rantai Prasangka
Kegiatan humanis seperti ini memiliki dampak berlapis yang dalam. Bagi Kyai Abdul Muntholib dan keluarganya, kunjungan ini bukan hanya sekadar penghormatan, tetapi suntikan semangat secara moral. Merasa dihargai dan diperhatikan oleh aparat negara memberikan rasa aman secara psikologis.
“Saya sangat terharu dan berterima kasih atas perhatian Mas Bhabin,” ujar Kyai Abdul Muntholib dengan suara lemah namun penuh makna. “Ini membuktikan bahwa Polri benar-benar hadir untuk rakyat, dalam suka dan duka. Doa dari seorang sahabat seperti Mas Bhabin sangat berarti bagi saya.”
Lebih luas lagi, bagi masyarakat yang menyaksikan, aksi ini adalah pesan nonverbal yang powerful. Ia mematahkan stigma dan prasangka negatif yang mungkin masih melekat pada institusi kepolisian. Citra polisi yang angker dan menakutkan secara perlahan tergantikan dengan citra “pelindung, pengayom, dan sahabat masyarakat”. Ketika rasa takut berganti menjadi rasa percaya, maka partisipasi masyarakat dalam memberikan informasi (crime reporting) dan mendukung program kamtibmas akan meningkat drastis.
PEDDAL KAMTIBMAS: Merajut Asa Kamtibmas yang Manusiawi
Program PEDDAL KAMTIBMAS sendiri adalah sebuah paket pendekatan yang komprehensif. Ia bukan hanya Sobo Kampung, tetapi rangkaian aktivitas yang saling terkait:
-
Patroli Edukasi: Patroli yang tidak diam, tetapi aktif menyampaikan pesan-pesan kamtibmas.
-
Dialogis: Mengutamakan komunikasi dua arah, bukan monolog.
-
Deteksi Dini: Kepekaan dalam mendeteksi potensi konflik atau gangguan kamtibmas dari obrolan ringan dengan warga.
-
Analisa Loyalitas: Mengukur dan membangun tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Polri.
Kunjungan kepada Kyai Abdul Muntholib adalah implementasi sempurna dari seluruh elemen ini. Ia adalah patroli yang edukatif, dialog yang mendalam, deteksi dini terhadap kondisi sosial, dan investasi untuk membangun loyalitas.
Refleksi untuk Masa Depan: Memperkuat Jejaring Kemanusiaan
Aksi Aipda Nanang Sumantri di Sidomukti sore itu adalah sebuah microcosm dari cita-cita besar Polri untuk kembali ke khittahnya sebagai “Abdi Utama Bayangkara”. Ia adalah bukti bahwa senjata terkuat seorang polisi di tengah masyarakat bukan hanya peluru atau pentungan, tetapi empati, ketulusan, dan kesediaan untuk mendengar.
Dengan semakin eratnya hubungan emosional antara Bhabinkamtibmas dan warga binaan, termasuk dengan para tokoh kunci seperti Kyai Abdul Muntholib, maka terciptalah sebuah sistem keamanan komunitas (community policing) yang tangguh. Desa Sidomukti tidak hanya aman karena adanya patroli, tetapi karena seluruh warganya, didukung oleh aparat, merasa memiliki tanggung jawab bersama untuk menciptakan keamanan dan kedamaian tersebut.
Di bawah langit Lamongan yang mulai diselimuti jingga, langkah Aipda Nanang meninggalkan rumah Kyai Abdul Muntholib membawa harapan baru. Harapan untuk sebuah hubungan Polri dan masyarakat yang semakin simbiosis mutualisme, di mana keamanan bukan lagi menjadi beban institusi, tetapi menjadi tanggung jawab dan kebanggaan bersama. Dan semua itu dimulai dari sebuah senja, dengan sepihati, dan semangat “Sobo Kampung” yang tulus.