Infolamongan.id – Kabupaten Lamongan baru saja menjadi episentrum kebudayaan Nusantara. Pada 17-18 Oktober 2025, Bumi Soto ini berhasil menyelenggarakan perhelatan akbar Festival Adat Budaya Nusantara (FABN) ke-5 dengan sangat megah, bermakna, dan spektakuler. Event kolaborasi antara Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lamongan melalui Dinas Pariwisata dan Dewan Pengurus Daerah (DPD) Masyarakat Adat Nusantara (Matra) Lamongan ini bukan sekadar festival, melainkan sebuah deklarasi nyata akan ketahanan dan kelestarian adat budaya Indonesia di era modern.
Suasana Lamongan selama dua hari itu berubah menjadi sebuah living museum dan pentas budaya hidup yang memukau. Dari ritual ziarah yang khidmat hingga pesta rakyat yang meriah, FABN ke-5 berhasil menampilkan kekayaan tradisi dengan kemasan yang modern namun tidak mengikis jiwa etniknya, persis seperti janji yang diusung.
Rangkaian Ritual: Menghubungkan Masa Lalu dan Kekinian
Rangkaian kegiatan FABN ke-5 dibuka dengan prosesi yang sarat makna spiritual dan historis. Pada Sabtu pagi (18/10/2025), para raja, sultan, ratu, dan permaisuri dari seantero Nusantara melakukan kunjungan penuh khidmat ke Makam Nyai Andong Sari di Gunung Ratu. Ziarah ini merupakan bentuk penghormatan kepada leluhur dan tokoh penting dalam sejarah lokal Lamongan, mengingatkan semua pihak bahwa peradaban besar dibangun dari akar sejarah yang kuat.
Rombongan kerajaan kemudian melanjutkan perjalanan spiritual dengan berziarah ke Makam Sunan Drajat di Paciran. Sunan Drajat, salah satu walisongo yang menyebarkan Islam dengan pendekatan budaya dan kesenian, menjadi simbol toleransi dan kearifan lokal. Pemilihan lokasi ziarah ini bukanlah kebetulan. Ia mengirimkan pesan bahwa pelestarian adat budaya berjalan beriringan dengan nilai-nilai keagamaan dan kearifan lokal, menepis dikotomi yang seringkali dibuat.
“Kunjungan ziarah ini adalah napak tilas untuk mengingat jasa para leluhur dan wali yang telah meletakkan dasar-dasar kebudayaan kita. Ini adalah sumber energi spiritual sebelum kita melanjutkan acara puncak,” ujar salah seorang pangeran yang hadir.
Puncak Kemegahan: Alun-Alun Lamongan sebagai Miniatur Nusantara
Puncak acara yang digelar di Alun-Alun Kabupaten Lamongan pada Sabtu malam menjadi magnet bagi ribuan masyarakat. Lokasi tersebut disulap menjadi sebuah pentas spektakuler yang memadukan teknologi modern dengan estetika tradisional. Lampu sorot warna-warni menyinari panggung megah, dihiasi dengan ornamen-ornamen khas berbagai suku di Indonesia, menciptakan atmosfer yang magis dan membanggakan.
Acara ini dihadiri oleh para tokoh inti, termasuk KPP Srie Soeputro Jowo Uja Ciptonagoro (yang juga dikenal dengan nama Christian Sabilal Pussung Ciptonegoro atau Abie) selaku Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Matra dan Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Matra Jawa Timur. Kehadiran beliau beserta 40 kerajaan dari Sabang sampai Merauke, Forkopimda, Camat se-Kabupaten Lamongan, serta jajaran kepala dinas, menunjukkan tingkat pentingnya event ini.
Dalam sambutannya, KPP Srie Soeputro tidak bisa menyembunyikan kekagumannya. “Kami mengapresiasi Festival Adat Budaya Nusantara ke-5 yang sukses berhasil digelar di Kabupaten Lamongan. Ini adalah event yang sudah disiapkan secara sangat spektakuler dan modern namun tidak menghilangkan sisi etnik dari beragamnya kebudayaan di Nusantara,” ungkapnya. Ia menekankan bahwa kehadiran para raja, sultan, ratu, pangeran, dan tokoh adat dari utusan kerajaan, lembaga adat, dan suku ini adalah bukti nyata persatuan dalam keberagaman.
Deklarasi Ketahanan Budaya: Suara Bersama Para Penjaga Tradisi
Momen berkumpulnya para penjaga tradisi Nusantara ini dimanfaatkan untuk sebuah tujuan yang lebih besar dari sekadar pesta budaya. Ketua DPD Matra Kabupaten Lamongan, RTg. Harun Setiawan Dirjo Kusumo, dengan tegas menyatakan agenda strategis di balik festival ini.
“Hari ini kami berkumpul sekaligus mendeklarasikan ketahanan adat budaya nasional, supaya para raja dan para anggota Matra bisa kompak. Sehingga, jika ada hal-hal yang membuat kesulitan atau membahayakan nasionalisme, kami para raja akan bersikap,” tegas Harun Setiawan dengan penuh wibawa. Pernyataan ini menegaskan peran strategis lembaga adat sebagai pilar ketahanan nasional, yang siap menjaga martabat bangsa dari ancaman erosi budaya dan disintegrasi.
Ia menambahkan, “Berkumpulnya para raja dan permaisuri Nusantara di Kabupaten Lamongan menjadi sebuah kebanggaan besar bagi masyarakat semuanya.” Kebanggaan ini terpancar jelas dari raut wajah warga Lamongan yang memadati alun-alun, menyaksikan langsung betapa kotanya dihormati sebagai tuan rumah perhelatan bangsa.
Harapan Bupati: Melestarikan dan Mengembangkan untuk Dunia
Bupati Lamongan, Yuhronur Efendi, dalam sambutannya menyampaikan visi yang lebih luas. Baginya, festival ini adalah jendela untuk memamerkan kekayaan Indonesia kepada dunia. “Kita bisa menunjukkan kepada dunia bagaimana kekayaan adat budaya yang kita miliki tetap lestari dan hidup. Mudah-mudahan semua tidak hanya melestarikan, tapi juga mengembangkan,” tutur Bupati.
Pernyataan ini mengandung makna mendalam. “Melestarikan” berarti menjaga kemurnian dan nilai-nilai luhur warisan leluhur. Sementara “mengembangkan” adalah tantangan untuk berinovasi, menyesuaikan dengan zaman, dan mempromosikannya secara global sehingga memiliki daya tarik dan nilai ekonomi, misalnya melalui pariwisata budaya dan industri kreatif berbasis tradisi.
Gebyar Penutup: Apresiasi Seni dan Masa Depan Batik
Gebyar penutup festival tidak kalah meriah. Alun-alun Lamongan menjadi ajang unjuk kebolehan berbagai kesenian tradisional dari berbagai daerah, mulai dari tarian kolosal, teatrikal, hingga musik etnik. Gemuruh tepuk tangan menyambut setiap penampilan yang penuh energi dan warna.
Yang tak kalah penting adalah penyerahan penghargaan bagi pemenang lomba membatik anak. Lomba ini bukan sekadar kompetisi, melainkan investasi budaya. Dengan melibatkan generasi muda, FABN ke-5 telah menanamkan benih kecintaan pada warisan budaya, dalam hal ini batik, sejak dini. Ini adalah langkah nyata untuk memastikan bahwa estafet pelestarian budaya akan terus berlanjut kepada generasi penerus.
Penutup: Warisan yang Tak Ternilai untuk Masa Depan
Festival Adat Budaya Nusantara ke-5 di Lamongan telah usai, namun gaungnya akan terus berkumandang. Event ini telah berhasil menjadi lebih dari sekadar pertunjukan. Ia adalah ruang dialog antar budaya, deklarasi ketahanan nasional, sekaligus sekolah budaya bagi generasi muda.
Lamongan, melalui event ini, tidak hanya sukses mempromosikan potensi pariwisatanya, tetapi juga telah mengukuhkan diri sebagai kota yang menghargai dan menjadi garda terdepan dalam pelestarian warisan leluhur bangsa. Kolaborasi antara pemerintah, lembaga adat, dan masyarakat dalam event semacam ini adalah resep ampuh untuk memastikan bahwa di tengah derasnya arus globalisasi, identitas budaya Nusantara tetap tegak berdiri, lestari, dan abadi.








