Infolamongan.id – Cahaya lampu dan lilin menerangi jalan-jalan di Dusun Dermo, Kecamatan Sarirejo, pada malam itu, Selasa (21/10/2025). Namun, cahaya yang paling terang justru bersumber dari ratusan sosok kecil berbaju putih yang berjalan beriringan, mengumandangkan sholawat dan syair-syair penuh semangat. MI Bahrul Ulum, dengan penuh kebanggaan, telah sukses menyelenggarakan Kirab Santri dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional (HSN) 2025. Acara bertajuk “Memperkuatkan Kembali Jati Diri Serta Peran Santri Untuk Tegaknya Agama dan Kemaslahatan Bangsa” ini bukan sekadar prosesi, melainkan sebuah deklarasi visual tentang relevansi dan semangat santri di era modern.
Rangkaian acara yang dimulai pukul 18.30 WIB ini berhasil menyatukan seluruh elemen pendidikan di bawah naungan MI Bahrul Ulum. Mulai dari yang paling muda dari Kelompok Bermain (KB) dan Taman Kanak-Kanak (TK), para penjaga tradisi ilmu dari TPQ (Taman Pendidikan Quran) dan MADIN (Madrasah Diniyah), hingga para siswa dan guru MI Bahrul Ulum sendiri. Yang membuat momen ini semakin istimewa adalah keikutsertaan para wali murid dan guru pendamping, menunjukkan bahwa pendidikan karakter adalah tanggung jawab kolektif antara sekolah, keluarga, dan masyarakat.
Peserta Kirab: Simfoni Putih dalam Dimensi Lintas Generasi
Pemandangan yang paling mencolok dari Kirab Santri ini adalah keseragaman dan makna di balik pakaian serba putih yang dikenakan oleh seluruh peserta. Warna putih, dalam tradisi pesantren, seringkali melambangkan kesucian, niat yang ikhlas, dan selembar kertas bersih yang siap ditorehkan dengan ilmu dan akhlak mulia. Pada malam itu, jalanan Dusun Dermo disulap menjadi lautan manusia berwarna putih, sebuah visualisasi yang powerful tentang kemurnian niat dan semangat menuntut ilmu.
Namun, di balik keseragaman itu, terdapat keragaman partisipan yang mencerminkan siklus pendidikan yang utuh. Para balita dari KB dan TK yang masih digandeng tangan orang tuanya, mewakili tahap paling awal penanaman nilai-nilai keislaman. Mereka diikuti oleh santri-santri muda TPQ dan MADIN yang sudah mulai lantang mengaji, dan puncaknya adalah para siswa MI Bahrul Ulum yang telah menjadi sosok inti dari kirab ini. Keikutsertaan para guru dan wali murid menambah dimensi lintas generasi, seakan mengatakan bahwa semangat santri tidak lekang oleh waktu; ia adalah api yang harus terus diteruskan dari generasi ke generasi.
Rute Perjalanan: Dari Lingkungan Pendidikan Menuju Hati Masyarakat
Kirab tidak berjalan dalam ruang hampa. Rute yang telah ditentukan membawa para peserta berkeliling di sekitar lingkungan dusun. Ini adalah strategi yang cerdas. Kirab ini menjadi medium bagi madrasah untuk “mendatangi” masyarakat, bukan menunggu masyarakat datang ke madrasah. Setiap langkah yang diayunkan, setiap sholawat yang dikumandangkan, adalah bentuk silaturahmi dan dakwah bil hal (dakwah melalui perbuatan) yang paling efektif.
Para santri tidak hanya berjalan diam. Mereka aktif menampilkan poster-poster bertema Hari Santri, yang berisikan pesan-pesan tentang perdamaian, cinta tanah air, dan pentingnya menuntut ilmu. Suara lantang mereka membaca sholawat Nabi dan syair-syair yang mengandung semangat juang santri, menggema di antara rumah-rumah warga, mengingatkan semua orang akan warisan budaya pesantren yang agung. Suara mereka yang masih polos dan penuh semangat itu memiliki daya magis tersendiri, menyentuh hati siapa saja yang mendengarnya.
Dukungan Warga: Apresiasi dan Penyambutan Hangat dari Masyarakat
Respon masyarakat setempat menjadi bukti nyata bahwa acara ini berhasil menjalin ikatan emosional. Warga tidak hanya menjadi penonton pasif. Mereka memadati pinggir jalan, memberikan sorakan semangat, dukungan, dan doa. Beberapa ada yang merekam dengan ponselnya, ada yang ikut bersholawat, dan tak sedikit yang dengan sukarela menyediakan minuman untuk melepas dahaga para peserta kirab.
Interaksi spontan ini menciptakan sebuah rasa solidaritas dan kebersamaan yang langka. Dinding pemisah antara “insiden pesantren” dan “masyarakat umum” seketika runtuh. Pada malam itu, seluruh Dusun Dermo adalah pesantren besar. Suasana ini mempertegas bahwa santri dan masyarakat adalah dua entitas yang tidak terpisahkan. Santri lahir dari dan untuk masyarakat, dan masyarakat membutuhkan peran santri sebagai penjaga nilai-nilai moral dan spiritual.
Visi Kepala Madrasah: Melampaui Seremonial, Menuju Penanaman Nilai
Kepala MI Bahrul Ulum, Ahmad Dahlan, S.Pd., dalam wawancaranya, menekankan bahwa tujuan acara ini jauh lebih dalam dari sekadar perayaan. “Kegiatan ini bukan hanya untuk merayakan Hari Santri, tetapi juga untuk memperkenalkan nilai-nilai Islam dan kebangsaan kepada masyarakat,” ujarnya.
Pernyataan ini menunjukkan visi yang integratif. Di tangan Ahmad Dahlan dan jajarannya, Kirab Santri dirancang sebagai metode pembelajaran kontekstual. Para siswa tidak hanya diajarkan tentang nasionalisme di dalam kelas, tetapi mereka mempraktikkannya dengan menjadi bagian dari sebuah prosesi kebudayaan yang membanggakan. Mereka tidak hanya diajarkan tentang dakwah, tetapi mereka mengalami langsung bagaimana menjadi dai cilik yang menyebarkan pesan damai melalui sholawat dan poster.
“Kami berharap dengan Kirab Santri ini, siswa bisa lebih mencintai tradisi dan warisan budaya pesantren,” tambahnya. Di era di mana gempuran budaya global semakin kuat, penanaman kecintaan pada akar tradisi sendiri adalah sebuah langkah yang strategis untuk membentuk identitas generasi muda yang kuat dan tidak mudah tercabut dari jati dirinya.
Refleksi dan Harapan: Menjaga Api Semangat Santri di Masa Depan
Dengan berakhirnya Kirab Santri malam itu, sebuah pesan kuat telah disampaikan: semangat santri tetap hidup dan relevan. Kegiatan seperti ini diharapkan bukan menjadi titik akhir, melainkan pemicu untuk kegiatan-kegiatan serupa di tahun-tahun mendatang. Ia harus menjadi tradisi yang terus dipupuk, sebagai upaya berkelanjutan untuk memperkuat nilai-nilai pendidikan, kebersamaan, dan karakter.
Harapan terbesarnya adalah agar para santri, yang telah merasakan euforia dan dukungan masyarakat secara langsung, dapat terus menjaga dan mempraktikkan nilai-nilai keagamaan dan kebangsaan yang telah mereka teriakkan dalam kirab. Nilai-nilai itu harus menjadi kompas dalam kehidupan sehari-hari mereka: di rumah, di sekolah, dan di tengah masyarakat.
Kirab Santri MI Bahrul Ulum 2025 telah membuktikan bahwa dari sebuah dusun kecil di Lamongan, cahaya pesantren tetap berkilau. Ia adalah reminder bagi kita semua bahwa santri, dengan segala kesederhanaan dan ketulusannya, akan selalu menjadi salah satu pilar penting untuk tegaknya agama dan kemaslahatan bangsa Indonesia









