Infolamongan.id – Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang digulirkan pemerintah menuai sorotan mendalam dari berbagai pihak. Yak Widhi, salah satu pengamat yang vokal menyuarakan aspirasi masyarakat, memberikan pernyataan tegas mengenai problematika pelaksanaan program ini beserta solusi yang ditawarkan. Dalam analisisnya, ia memaparkan beberapa masalah fundamental yang menurutnya menghambat tercapainya tujuan awal program.
Problem Utama Pelaksanaan MBG
Pertama, masalah mendasar terletak pada penerimaan anak sebagai konsumen utama. “Menu tidak disukai anak,” tegas Yak Widhi. Hal ini menjadi persoalan serius karena sebaik apapun kandungan gizi sebuah makanan, jika tidak dikonsumsi maka nilainya menjadi nol. Preferensi rasa anak-anak yang cenderung spesifik tidak bisa diabaikan dalam perencanaan menu.
Kedua, masalah proses produksi yang tidak memperhatikan kesegaran makanan. “Proses masak dari jam 00.00 saat disajikan tidak fresh dan tidak memenuhi standar layak saji maksimal fresh 4-5 jam.” Jarak waktu antara memasak dan penyajian yang terlalu lama menyebabkan penurunan kualitas makanan, baik dari segi rasa, tekstur, maupun nilai gizi.
Ketiga, masalah skala produksi yang terlalu besar. “Dengan jumlah 3500 PAX untuk menu yang fresh sulit terwujud sehingga saat disajikan menu tidak memenuhi standar gizi dan bisa malah ke racunan.” Produksi massal dalam jumlah besar memang kerap mengorbankan aspek kesegaran dan keamanan pangan. Risiko kontaminasi bakteri dan penurunan kualitas gizi menjadi ancaman serius.
Keempat, masalah kapasitas produksi dan SDM. “Dengan jumlah 3500 pax kebanyakan dikerjakan dengan dapur yang baru dan SDM juga baru disamping cost nya tinggi kualitas belum standar.” Investasi besar dalam infrastruktur dan sumber daya manusia tidak serta merta menjamin kualitas output yang dihasilkan, terutama ketika dilakukan dalam skala besar dan terburu-buru.
Kelima, Yak Widhi menyatakan masih “banyak sekali kelemahan yang lain” yang perlu mendapat perhatian serius dari para pemangku kepentingan.
Solusi Berbasis Presiden dan UMKM
Menanggapi berbagai masalah tersebut, Yak Widhi menawarkan solusi yang sejalan dengan visi Presiden Prabowo. Beberapa poin solusi yang ditawarkan adalah:
Pertama, fokus pada tujuan utama: “Anak Indonesia harus dapat makanan bergizi.” Ini adalah prinsip dasar yang tidak boleh tergeser oleh kepentingan lain. Kualitas gizi harus menjadi prioritas di atas pertimbangan-pertimbangan administratif dan prosedural.
Kedua, memberdayakan UMKM: “Membantu UMKM supaya tumbuh agar ekonomi rakyat kecil meningkat.” Pendekatan ini dinilai lebih strategis karena sekaligus menyelesaikan dua masalah: penyediaan makanan bergizi dan penguatan ekonomi akar rumput.
Ketiga, efisiensi anggaran: “Tidak perlu modal investasi besar karena dibagi sesuai kemampuan UMKM masing-masing.” Sistem ini dianggap lebih fleksibel dan tidak membebani anggaran negara. Dengan mendistribusikan tanggung jawab ke berbagai UMKM, kebutuhan investasi besar dapat dihindari.
Keempat, fleksibilitas pengadaan: “Untuk bahan pokok tidak harus supplier, bisa belanja ke pasar.” Kebijakan ini memungkinkan penyesuaian dengan kondisi lokal dan memanfaatkan mekanisme pasar yang sudah ada.
Kelima, transparansi: “Bila sistem sesuai program bapak presiden, penghematan biaya dan tidak jadi ladang proyek neraka.” Poin ini menyoroti pentingnya pengawasan dan akuntabilitas dalam pelaksanaan program.
Dampak Sosial dan Ekonomi
Implementasi solusi berbasis UMKM ini diprediksi akan memberikan dampak ganda (multiplier effect) yang signifikan. Di satu sisi, anak-anak sebagai penerima manfaat utama akan mendapatkan makanan yang lebih segar, bergizi, dan sesuai selera karena diproduksi dalam skala yang lebih kecil dan dekat dengan lokasi konsumsi.
Di sisi lain, UMKM lokal akan mendapatkan suntikan ekonomi yang dapat mendorong pertumbuhan usaha mereka. Dengan menjadi penyedia makanan untuk program MBG, UMKM dapat meningkatkan kapasitas produksi, menciptakan lapangan kerja, dan mengembangkan jaringan usaha.
Pendekatan ini juga dinilai lebih sustainable karena membangun ekosistem yang saling menguntungkan antara program pemerintah dan pelaku ekonomi lokal. Berbeda dengan pendekatan terpusat yang rentan terhadap inefisiensi dan pemborosan anggaran.
Tantangan Implementasi dan Pengawasan
Meskipun solusi yang ditawarkan terdengar promising, implementasinya tidak lepas dari tantangan. Pengawasan kualitas menjadi isu kritis ketika produksi dilakukan oleh banyak UMKM yang tersebar. Standarisasi menu dan proses produksi perlu dilakukan tanpa menghilangkan fleksibilitas lokal.
Sistem monitoring dan evaluasi yang ketat harus dibangun untuk memastikan setiap UMKM penyedia memenuhi standar gizi dan keamanan pangan yang ditetapkan. Mekanisme pembayaran yang tepat waktu juga perlu dijamin agar tidak membebani arus kas UMKM yang biasanya memiliki modal terbatas.
Peran Masyarakat Sipil dan Dunia Usaha
Yak Widhi dalam pernyataannya juga menekankan pentingnya peran serta masyarakat dalam mengawal program ini. “Mohon kita cermati apa uang rakyat akan terus dijadikan bancakan sedangkan kita rakyat kecil perlu bisa makan,” serunya.
Pernyataan ini menggarisbawahi pentingnya transparansi dan partisipasi publik dalam setiap program pemerintah yang menggunakan anggaran negara. Masyarakat tidak hanya sebagai penerima manfaat pasif, tetapi juga sebagai pengawal yang aktif memastikan program berjalan sesuai tujuannya.
Dunia usaha, melalui asosiasi-asosiasi UMKM dan pelaku industri makanan, juga diharapkan dapat berkontribusi dalam pengembangan kapasitas dan standardisasi kualitas. Kemitraan antara UMKM penyedia MBG dengan industri makanan yang lebih besar dapat menjadi salah satu model pengembangan yang prospektif.
Harapan ke Depan
Yak Widhi menutup pernyataannya dengan harapan: “Semoga dengan adanya ratusan tanda tangan petisi MBG ini bisa dijadikan bahan evaluasi pelaksanaan MBG yang tidak serampangan & sesuai tujuan MBG yaitu memberi gizi pada anak Indonesia.”
Petisi yang disebutkan tersebut menunjukkan bahwa kepedulian masyarakat terhadap program MBG cukup tinggi. Ini merupakan modal sosial yang penting untuk mendorong perbaikan sistem dan kebijakan.
Kedepan, diperlukan sinergi antara pemerintah, pelaku UMKM, masyarakat sipil, dan dunia usaha untuk bersama-sama mewujudkan program MBG yang efektif, efisien, dan tepat sasaran. Dengan pendekatan yang lebih terdesentralisasi dan melibatkan pelaku lokal, program MBG diharapkan dapat benar-benar mencapai tujuannya memberikan gizi yang baik bagi anak Indonesia sekaligus memberdayakan ekonomi rakyat kecil.
Evaluasi menyeluruh dan keterbukaan terhadap masukan dari berbagai pihak menjadi kunci keberhasilan program strategis ini. Sebab, yang dipertaruhkan bukan hanya anggaran negara, tetapi masa depan generasi penerus bangsa melalui kecukupan gizi yang layak.









