Warung Lamongan Mati Suri, Program UMKM Pemkab yang Terancam Gagal?

Infolamongan.id – Program Warung Lamongan (Warla) yang digagas sebagai upaya pemberdayaan UMKM oleh Pemerintah Kabupaten Lamongan kini menghadapi kenyataan pahit. Alih-alih menjadi penggerak ekonomi kerakyatan, banyak Warla justru mengalami mati suri. Layaknya berada di antara hidup dan mati, program ini tampak stagnan, bahkan beberapa di antaranya telah tutup atau berada di ambang kebangkrutan.

Dana yang telah dikucurkan mencapai miliaran rupiah, namun hasilnya jauh dari harapan. Kondisi ini tentu menjadi perhatian serius, termasuk bagi Yak Widhi, seorang pengamat kebijakan daerah dan tokoh muda Lamongan. Menurutnya, program ini seharusnya tidak hanya berorientasi pada penciptaan Warla semata, tetapi juga pada keberlanjutan dan pengembangannya.

“Pemerintah seharusnya mempertimbangkan banyak aspek sebelum menjalankan program ini. Tidak sekadar menanam, tetapi juga harus rajin menyiram, memberi pupuk, dan melakukan penyemprotan jika ada hama yang menyerang,” ungkapnya.

Analogi tersebut menggambarkan bahwa Warung Lamongan bukan sekadar proyek sekali jalan, melainkan harus dikelola dengan baik agar terus tumbuh dan memberikan manfaat jangka panjang. Sayangnya, yang terjadi justru sebaliknya. Minimnya pengawasan dan pembinaan terhadap desa-desa yang menerima program ini menyebabkan banyak Warla tidak mampu bertahan dalam persaingan ekonomi yang semakin ketat.

Kurangnya Regulasi yang Memihak UMKM

Selain lemahnya pengawasan, tidak adanya regulasi yang benar-benar memihak pelaku usaha kecil dan menengah juga menjadi masalah utama. Pemkab Lamongan seharusnya tidak hanya fokus memberikan bantuan modal, tetapi juga memastikan bahwa UMKM mendapatkan dukungan lain, seperti akses pasar yang lebih luas, pelatihan manajemen usaha, serta perlindungan dari persaingan yang tidak sehat dengan pengusaha besar.

“Jangan sampai kebijakan yang dibuat justru membuka peluang bagi pengusaha besar untuk semakin menguasai ekonomi masyarakat, sementara UMKM yang seharusnya menjadi tulang punggung ekonomi justru semakin terpinggirkan,” tambah Yak Widhi.

Dalam hal ini, peran legislatif juga sangat penting. Wakil rakyat di DPRD Lamongan seharusnya lebih aktif dalam melakukan monitoring dan evaluasi terhadap program-program yang telah dijalankan oleh pemerintah daerah. Jika ditemukan adanya kejanggalan, DPRD harus segera memanggil pihak terkait untuk meminta pertanggungjawaban atas kondisi Warla yang kini banyak yang mati suri.

Audit Dana: Transparansi Harus Dijaga

Senada dengan Yak Widhi, Zainuri, seorang warga Lamongan, juga menyoroti besarnya anggaran yang telah digelontorkan untuk program Warung Lamongan. Ia menegaskan bahwa dana tersebut harus diaudit secara transparan untuk memastikan apakah penggunaannya sudah sesuai dengan kebutuhan di lapangan.

“Jangan sampai uang pajak rakyat terbuang sia-sia tanpa ada manfaat nyata bagi masyarakat Lamongan,” ujarnya.

Jika ditemukan adanya penyimpangan, maka pihak berwenang harus segera mengambil tindakan tegas. Keberlanjutan program ini tidak boleh hanya menjadi ladang keuntungan bagi segelintir pihak yang memiliki kepentingan tertentu, apalagi jika program ini dijalankan dengan unsur nepotisme.

Diperlukan Pengelolaan Profesional

Agar program Warung Lamongan bisa kembali bangkit dan memberikan manfaat bagi masyarakat, Pemkab harus mulai memikirkan strategi baru. Salah satunya dengan melibatkan tenaga profesional dalam pengelolaannya, bukan hanya pihak-pihak yang sekadar mendapatkan jabatan tanpa memiliki keahlian dalam pengembangan UMKM.

Ke depan, program ini harus lebih transparan, akuntabel, dan memiliki perencanaan yang matang. Jika tidak, maka Warla hanya akan menjadi proyek gagal yang menghabiskan anggaran tanpa hasil nyata. Harapannya, niat baik dalam meningkatkan ekonomi kerakyatan tidak disalahgunakan demi kepentingan tertentu. Program ini harus dikembalikan kepada tujuan utamanya: mensejahterakan masyarakat Lamongan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *