Penyakit Misterius di Kongo Sebabkan Ratusan Kematian, Penyelidikan Terus Berlanjut

Infolamongan.id – Sebuah penyakit misterius baru kini muncul di barat daya Republik Demokratik Kongo (DRC), menyebabkan setidaknya 143 orang meninggal dunia dalam kurun waktu dua minggu terakhir. Laporan dari aliansi vaksin global, Gavi, pada Rabu (11/12/2024), mengungkapkan bahwa penyakit ini menyebabkan gejala mirip flu, seperti demam, sakit kepala, batuk, dan anemia.

Menurut Reuters, mayoritas korban yang terdampak serius adalah wanita dan anak-anak. “Sejauh ini hanya sedikit yang diketahui tentang penyakit tersebut,” tulis laporan tersebut.

Pejabat kesehatan di DRC sedang berupaya keras untuk mengidentifikasi penyebab wabah ini. Awalnya, mereka mencurigai penyakit endemik seperti malaria, demam berdarah, atau Chikungunya sebagai kemungkinan penyebab. Namun, berbagai keterbatasan, seperti infrastruktur pengujian diagnostik yang kurang memadai dan tantangan dalam pengumpulan serta pengangkutan sampel, membuat investigasi menjadi lebih sulit.

Di negara-negara dengan sumber daya terbatas seperti DRC, laboratorium klinis umumnya hanya mampu menguji patogen umum. Jika patogen penyebab penyakit ini tidak lazim, deteksi memerlukan pengujian khusus, termasuk pengurutan gen. Dalam banyak kasus, sampel perlu dikirim ke laboratorium spesialis di luar negeri, yang sering kali menghadirkan tantangan tambahan terkait pembagian manfaat hasil penelitian secara internasional.

Laporan serupa juga muncul di situs resmi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Antara 24 Oktober hingga 5 Desember 2024, zona kesehatan Panzi di Provinsi Kwango mencatat 406 kasus penyakit tidak terdiagnosis dengan gejala seperti demam, sakit kepala, batuk, pilek, dan nyeri tubuh. Dari jumlah tersebut, 31 kematian telah tercatat.

WHO melaporkan bahwa mayoritas kasus yang parah melibatkan anak-anak di bawah usia lima tahun, yang juga mengalami kekurangan gizi akut. Area pedesaan dan terpencil tempat kasus terjadi semakin menyulitkan akses bantuan medis, terutama di tengah musim hujan yang sedang berlangsung.

“Kasus telah dilaporkan dari sembilan dari 30 area kesehatan di zona Panzi,” rinci WHO. Wilayah Tsakala Panzi, Makitapanzi, dan Kanzangi mencatat jumlah kasus tertinggi. Anak-anak berusia 0-14 tahun menyumbang 64,3% dari seluruh kasus yang dilaporkan, dengan kelompok usia di bawah lima tahun mencakup lebih dari setengahnya. Perempuan mewakili hampir 60% dari total kasus.

Selain itu, kematian terutama terjadi di komunitas pedesaan. Dari kematian yang dilaporkan, 71% melibatkan anak-anak di bawah usia 15 tahun, sementara 54,8% korban adalah anak-anak berusia di bawah lima tahun. Semua kasus parah yang tercatat juga melibatkan malnutrisi berat.

Tantangan geografis dan keterbatasan sumber daya diagnostik di wilayah tersebut terus memperlambat proses identifikasi penyebab utama penyakit ini. Upaya kolaborasi antara otoritas kesehatan lokal, WHO, dan lembaga internasional lainnya diharapkan dapat memberikan solusi untuk mengatasi wabah ini dan mencegah penyebarannya lebih lanjut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *