Panen yang Membunuh Petani: Harga Gabah Terjun Bebas, Petani Menjerit

Infolamongan.id – Harga gabah di berbagai daerah lumbung padi di Indonesia terus mengalami penurunan yang signifikan. Di wilayah Sumatra Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, hingga Jawa Timur, harga gabah hanya berkisar Rp5.100-Rp5.500 per kilogram. Bahkan di Sukabumi, Jawa Barat, khususnya di Parakansalak dan Waluran, harga gabah anjlok hingga Rp4.500 per kilogram.

Kondisi ini menjadi buah simalakama bagi para petani. Meski harga tersebut masih sedikit di atas biaya produksi, margin keuntungan yang dihasilkan tidak cukup untuk menutupi tenaga dan biaya hidup para petani. Mereka menghadapi dilema, apakah harus menjual hasil panennya dengan harga rendah atau tidak menjual sama sekali. Dalam kedua kasus tersebut, mereka tetap merugi.

Krisis yang Mengancam Ketahanan Pangan

Situasi ini bukan hanya memperihatinkan, tetapi juga keji. Petani, yang selama ini menjadi tulang punggung ketahanan pangan nasional, justru dipaksa bekerja tanpa mendapatkan imbalan yang layak. Lebih dari 50% penduduk miskin di Indonesia berasal dari kelompok petani. Ironisnya, keringat mereka yang tidak terbayar menjadi pondasi bagi ketahanan pangan bangsa.

Kondisi ini juga menjadi salah satu alasan utama mengapa jumlah petani di Indonesia terus menurun setiap tahunnya. Sensus pertanian 2023 mencatat penurunan sebesar 7,42% dalam satu dekade terakhir, dengan jumlah petani kini hanya tersisa 29,36 juta orang. Sebagian besar dari mereka pun sudah berada di usia yang tidak produktif, sehingga produktivitas pertanian nasional terus terancam.

Sistem Stabilitas Harga Gabah Harus Dievaluasi

Pemerintah perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem stabilitas harga gabah. Harga Pembelian Pemerintah (HPP), yang seharusnya menjadi pengaman dari fluktuasi harga saat panen raya, terbukti tidak berjalan dengan baik. Tengkulak masih memegang kendali penuh terhadap harga gabah, menyebabkan petani tidak memiliki posisi tawar yang kuat.

Alasan lambannya penyerapan gabah oleh Bulog juga tidak bisa lagi diterima begitu saja. Setiap panen raya, selalu muncul alasan klasik bahwa gudang Bulog tidak mampu menampung gabah. Namun, anehnya, saat beras impor datang, gudang-gudang tersebut selalu memiliki ruang yang cukup.

Janji Bulog Harus Ditepati

Bulog sebelumnya berjanji akan menyerap 100% gabah petani pada tahun ini dengan target penyerapan beras sebesar 1,4 juta ton. Volume ini setara 70% dari target penugasan yang ditetapkan oleh Badan Pangan Nasional (Bapanas) untuk menyerap 2 juta ton beras pada 2025. Namun, dengan musim panen yang telah tiba dan harga gabah yang sudah anjlok, Bulog harus bekerja lebih cepat dan keras.

Penyerapan maksimal oleh Bulog menjadi satu-satunya harapan untuk menstabilkan harga gabah. Jika hal ini tidak segera dilakukan, dampaknya akan sangat besar, baik bagi kesejahteraan petani maupun ketahanan pangan nasional. Pemerintah dan Bulog harus mengambil langkah konkret untuk memastikan harga gabah yang layak bagi petani dan mencegah mereka dari kerugian yang terus berulang setiap musim panen.

Masa Depan Petani dan Ketahanan Pangan

Jika situasi ini terus berlanjut tanpa ada perbaikan signifikan, jumlah petani di Indonesia akan terus merosot, dan ketahanan pangan nasional akan berada dalam ancaman serius. Pemerintah harus segera bertindak untuk melindungi petani dengan kebijakan yang berpihak pada mereka, termasuk memperbaiki sistem distribusi, meningkatkan penyerapan hasil panen, dan menjamin harga yang layak.

Petani adalah ujung tombak ketahanan pangan Indonesia. Melindungi mereka berarti melindungi masa depan bangsa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *