Normalisasi Joki Bikin Indonesia Cemas, Bukan Emas

Infolamongan.id – Normalisasi joki bukan hal yang baru di Indonesia. Normalisasi joki sudah ada sejak lama, khususnya di ranah kampus bahkan joki menjadi isu khusus. Topik ini menuai pro dan kontra bagi warganet, pihak pro jelas dari para pelaku joki, baik dari penyedia jasa joki dan pemakai jasa joki. Mereka menolak sadar dengan apa yang mereka lakukan, yang sebenarnya tidak jauh beda dengan mencuri dan menipu bahkan korupsi. Jika kita lihat sejarah di Indonesia, tidak ada satupun orang di Indonesia yang memiliki penghargaan nobel. Karena masyarakat Indonesia miskin inovasi, terjadinya fenomena stugnation innovation in Indonesia, hal itu terjadi karena masyarakat Indonesia lebih berorientasi pada hasil dibanding dengan prosesnya, miskinnya inovasi kerat kaitannya dengan ketidakjujuran pada dunia akademis. Bahkan Indonesia menempati posisi Ke-2 negara paling tidak jujur di dunia akademis setelah Kazakhstan. Jika hal ini terus dibiarkan, akan berdampak bagi rencana Indonesia emas tahun 2045, yang ada cemas bukan emas.

Mengapa praktik joki di normalisasi? Dan apa dampaknya?

Umumnya faktor pendorong para pemakai jasa joki khususnya mahasiswa adalah keterbatasan waktu akibat aktivitas diluar kuliah (seperti organisasi dan kerja part time), dan jalan pintas untuk mendapatkan nilai bagus tanpa berusaha
Menurut mereka praktik joki dianggap normal karena adanya tekanan besar untuk memenuhi standar akademik yang tinggi, baik dari lingkungan kampus maupun dari keluarga. Dalam konteks ini, menggunakan joki mungkin dianggap sebagai solusi cepat dan praktis untuk “mengatasi” masalah akademik. Namun, praktik ini hanya akan berdampak buruk pada kualitas pendidikan di Indonesia, karena menurunkan nilai-nilai kejujuran dan usaha keras yang seharusnya menjadi inti dari proses belajar. Selain itu, jika praktik joki semakin meluas dan semakin dinormalisasi, hal tersebut akan mengikis integritas akademik di kalangan mahasiswa, serta menciptakan ketidakadilan, di mana mahasiswa yang tidak menggunakan joki merasa dirugikan.

Persebaran praktik joki tidak hanya tentang penyedia dan pemakai jasa joki, juga tentang bagaimana orang yang sudah pernah memakai jasa joki merekomendasikannya kepada orang di sekitarnya. Banyak mahasiswa yang merasa terobsesi pada IPK tinggi dengan cara yang instan, menghalalkan segala cara termasuk joki. Serta meningkatnya prevalensi teknologi yang mempermudah akses terhadap penyedia jasa joki.

Institusi pendidikan harus memperketat sistem pengawasan ujian dan penugasan, serta memberikan edukasi yang lebih mengenai integritas akademik. Selain itu, penting juga untuk menciptakan budaya yang menghargai usaha keras, bukan hanya hasil. Solusi yang bisa dilakukan adalah mengubah kebiasaan masyarakat Indonesia yang sering berorientasi pada hasil dibanding prosesnya dan mengimplementasikan sistem evaluasi berbasis proyek atau tugas kelompok yang lebih menekankan pada keterampilan dan pemahaman mahasiswa, daripada hanya mengandalkan ujian tunggal yang rentan terhadap praktik joki. Penggunaan teknologi seperti perangkat anti-cheating atau sistem pengawasan digital juga bisa membantu mencegah kecurangan.

Jika praktik joki semakin dianggap normal, ini dapat menjadi tantangan sekaligus ancaman yang serius terhadap rencana Indonesia Emas tahun 2045. Pendidikan yang berkualitas dan integritas akademik yang kuat adalah fondasi penting dalam meningkatkan kualitas SDM yang kompeten dan mampu bersaing di tingkat antar negara. Jika normalisasi joki terus berlangsung, kualitas sumber daya manusia yang dihasilkan akan terdegradasi, yang akhirnya berdampak pada daya saing Indonesia secara keseluruhan. Oleh karena itu, untuk mencapai Indonesia Emas 2045, penting untuk menciptakan sistem pendidikan yang menekankan kejujuran, kerja keras, dan pengembangan potensi individu, bukan sekadar mengejar hasil instan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *