Infolamongan.id – Monumen Van Der Wijck, sebuah pos pemantau setinggi 15 meter, menjadi saksi bisu tragedi kapal mewah Hindia Belanda yang tenggelam. Terletak di area Kantor Pelabuhan Brondong, monumen ini tidak hanya menyimpan ketinggian fisiknya, tetapi juga menceritakan sejarah maritim yang menyentuh hati.
Dibangun pada masa pemerintahan Hindia Belanda, Monumen Van Der Wijck dahulu berfungsi sebagai mercusuar, memberikan cahaya dan harapan bagi para pelaut yang menjelajahi perairan. Prasasti dalam ejaan bahasa Belanda di bagian Barat dan Timur monumen mencatat rasa terima kasih pemerintah Hindia Belanda kepada nelayan penyelamat korban tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Tertulis dengan jelas, “Tanda Peringatan Kepada Penoeloeng-penoeloeng Waktoe Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck.”
Kapal Van Der Wijck sendiri dinamai sesuai dengan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Jonkheer Carel Herman Aart Van Der Wijck, yang memerintah pada tahun 1893 hingga 1899. Kapal ini, milik Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM), dianggap sebagai kapal uap mewah dan indah yang memulai pelayaran Nasional Indonesia.
Kisah tragis Kapal Van Der Wijck mencapai puncaknya pada Oktober 1936 ketika kapal itu tenggelam. Berlayar dari Bali menuju Jakarta, Surabaya, Semarang, dan Sumatera, kapal ini menjadi penghuni dasar perairan Brondong, Lamongan, tepatnya 12 mil dari pantai Brondong. Peristiwa ini mengilhami Buya Hamka untuk menciptakan novel dan film pada tahun 2013 yang mengisahkan kisah cinta terhalang adat dan tradisi masyarakat.
Monumen Van Der Wijck tidak hanya menjadi penanda keberadaan kapal yang tenggelam, tetapi juga sebagai saksi bisu sejarah maritim yang menghubungkan masa lalu dengan kenangan yang abadi. Suasana meriah dan kemewahan kapal yang hilang, kini menjadi peringatan dan inspirasi bagi para pengunjung untuk menghargai keindahan sejarah laut yang terukir di Monumen Van Der Wijck di Lamongan.
Lokasi : Brondong, Kec. Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur 62263
