Infolamongan.id – Tanah waris tidak bisa serta-merta menjadi milik negara, melainkan menjadi hak milik para ahli waris yang sah. Namun, jika tanah tersebut tidak dirawat dan dimanfaatkan dengan baik, tanah tersebut bisa ditetapkan sebagai tanah telantar dan dikuasai oleh negara sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Bagi para ahli waris yang ingin mengurus balik nama sertifikat tanah waris, mereka dapat mengajukan permohonan ke Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN). Proses ini bertujuan untuk memastikan kepemilikan tanah tetap sesuai dengan hukum yang berlaku dan menghindari potensi sengketa di masa mendatang.
Adapun beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk proses balik nama sertifikat tanah waris adalah sebagai berikut:
- Formulir permohonan yang telah diisi dan ditandatangani
- Surat keterangan waris sebagai bukti sah kepemilikan
- Akta wasiat notariel (jika ada)
- Fotokopi identitas seluruh ahli waris
- Fotokopi SPPT dan PBB tahun berjalan
- Sertifikat asli tanah yang akan diubah kepemilikannya
- Bukti pembayaran uang pemasukan sebagai biaya administrasi
Setelah semua persyaratan dipenuhi, ahli waris dapat menyerahkan dokumen ke Kantor BPN setempat. Proses verifikasi dan validasi dokumen akan dilakukan oleh petugas sebelum sertifikat baru diterbitkan atas nama ahli waris yang berhak. Lamanya proses ini bisa bervariasi tergantung pada kelengkapan dokumen dan kebijakan masing-masing kantor BPN.
Jika terjadi kasus di mana tanah waris dijual tanpa persetujuan seluruh ahli waris, maka ahli waris yang tidak memberikan persetujuannya berhak mengajukan gugatan perdata. Gugatan ini dapat diajukan ke pengadilan guna menyelesaikan sengketa kepemilikan tanah sesuai dengan hukum yang berlaku. Dalam beberapa kasus, pengadilan dapat memutuskan pembatalan transaksi penjualan tanah yang dilakukan secara sepihak jika terbukti merugikan ahli waris lainnya.
Selain itu, penting bagi para ahli waris untuk segera mengurus administrasi kepemilikan tanah agar tidak terjadi sengketa di kemudian hari. Sering kali, tanah waris yang tidak segera diurus dapat menjadi objek perselisihan antar ahli waris, bahkan berisiko diambil alih oleh pihak luar yang tidak berhak.
Pemerintah terus mengimbau masyarakat untuk memastikan tanah warisnya tidak berstatus telantar guna menghindari penguasaan oleh negara. Tanah yang tidak dimanfaatkan dalam jangka waktu lama berisiko dikategorikan sebagai tanah telantar dan dapat diambil alih oleh negara untuk digunakan dalam kepentingan umum, seperti pembangunan infrastruktur dan fasilitas sosial.
Dalam mengelola tanah waris, para ahli waris juga perlu memahami hukum agraria yang berlaku agar tidak terjadi pelanggaran dalam proses kepemilikan dan pengalihan hak tanah. Konsultasi dengan notaris atau pengacara pertanahan dapat menjadi langkah yang bijak untuk memastikan semua prosedur dijalankan sesuai dengan ketentuan hukum.
Dengan memahami prosedur dan hak-hak terkait tanah waris, masyarakat dapat lebih bijak dalam mengelola aset warisan keluarga dan menghindari potensi sengketa di masa depan. Kesadaran akan pentingnya administrasi pertanahan yang tertib menjadi kunci utama dalam menjaga keberlanjutan kepemilikan tanah yang diwariskan dari generasi ke generasi.