Infolamongan.id – Indonesia kini tengah menikmati masa bonus demografi, periode langka saat jumlah penduduk usia produktif (15–64 tahun) jauh lebih besar dibandingkan penduduk usia tidak produktif. Diprediksi berlangsung dari 2020 hingga 2035, momentum ini menjadi peluang emas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Namun, meski menawarkan potensi luar biasa, bonus demografi juga membawa risiko besar jika tidak dikelola dengan baik. Alih-alih menjadi kekuatan, bisa-bisa bonus ini berubah menjadi beban berat bagi bangsa.
Apa itu Bonus Demografi?
Bonus demografi adalah kondisi di mana penduduk usia produktif lebih mendominasi dibanding usia non-produktif. Secara teori, ini memberikan peluang untuk meningkatkan pendapatan nasional, mempercepat pembangunan, dan memperbaiki kesejahteraan sosial.
Menurut data BPS, pada 2024, lebih dari 70 persen penduduk Indonesia masuk kategori usia produktif.
Peluang di Balik Bonus Demografi
-
Pertumbuhan Ekonomi: Banyaknya tenaga kerja bisa meningkatkan produksi dan konsumsi.
-
Inovasi dan Kemajuan Teknologi: Generasi muda lebih adaptif terhadap perubahan zaman.
-
Peningkatan Daya Saing Bangsa: Indonesia bisa bersaing di kancah global dengan SDM unggul.
Efek Samping Bonus Demografi
Meski terdengar menjanjikan, jika tidak dikelola dengan baik, bonus demografi bisa menimbulkan masalah serius, seperti:
-
Lonjakan Pengangguran
Jika pertumbuhan lapangan kerja tidak sebanding dengan jumlah penduduk usia kerja, angka pengangguran akan melonjak drastis. Ini bisa memicu masalah sosial seperti kemiskinan, kriminalitas, hingga kerusuhan sosial. -
Beban Ekonomi Baru
Tanpa pekerjaan dan pendapatan tetap, generasi usia produktif justru menjadi beban bagi negara dan keluarganya. Alih-alih produktif, mereka justru menambah angka penerima bantuan sosial. -
Tingkat Ketimpangan Sosial Meningkat
Bonus demografi yang hanya dinikmati oleh kelompok tertentu (yang berpendidikan dan berkemampuan tinggi) bisa memperlebar jurang ketimpangan ekonomi. -
Kualitas Pendidikan yang Tidak Merata
Jika akses pendidikan berkualitas tidak merata, maka banyak generasi muda yang tidak siap menghadapi tantangan dunia kerja modern, menyebabkan “pengangguran terdidik.” -
Tekanan terhadap Layanan Publik
Layanan kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur sosial bisa kewalahan jika jumlah penduduk produktif besar tidak diimbangi dengan fasilitas memadai.
Langkah Strategis untuk Menghindari Efek Samping
Pemerintah Indonesia telah mengantisipasi dengan berbagai program, antara lain:
-
Revitalisasi pendidikan dan pelatihan vokasi untuk mencetak tenaga kerja siap pakai.
-
Penciptaan wirausaha muda untuk mengurangi ketergantungan pada lapangan kerja formal.
-
Pembangunan infrastruktur daerah agar pertumbuhan ekonomi lebih merata.
-
Digitalisasi ekonomi agar generasi muda mampu bersaing di era teknologi.
Kesimpulan
Bonus demografi bisa menjadi “berkah” atau justru “bencana” tergantung bagaimana negara mengelola sumber daya manusianya. Peluang ini hanya terjadi sekali dalam sejarah bangsa. Jika dimanfaatkan dengan cerdas dan inklusif, Indonesia bukan hanya bisa keluar dari jebakan negara berkembang, tetapi juga menjadi kekuatan ekonomi dunia pada 2045.
Namun, jika disia-siakan, tantangan sosial dan ekonomi besar akan menghadang di masa depan.
Bonus demografi adalah peluang yang harus ditangkap, bukan dilewatkan.